Konsultasi Hukum
Selasa, 17 Apr 2018 14:24
Pelayanan RSUD

Di sebuah Rumah Sakit Umum di daerah tempat tinggal saya banyak calo (75 orang) mengaku sebagai Kader, setiap hari mulai pukul 24.00 sudah duduk dipelataran untuk berebut nomor antrian pasien BPJS. Sehingga pasien tidak ada yang pernah dapat no antrian dibawah 100 karena sudah di rebut oleh para calo dan menjualnya ke pasien antara Rp 20.000 s/d 50.000 per nomor antrian. Setaip hari Sabtu Poli Penyakit dalam dibatasi hanya 30 pasien saja. Saya sebagai pasien, hanya bisa datang hari Sabtu. Karena hari biasa bekerja Di Jakarta. Karena saya datang pukul 4:00 wib pagi, saya dapat no antrian 186 - 300. sehingga saya gagal tidak bisa periksa ke Dokter, karena dokter hanya melayani 30 pasien saja kemudian pulang. Saya tidak pernah mendapatkan Insulin dengan mudah setiap hari Sabtu dan harus berebut dengan para Calo, bahkan pernah antri pukul 9:00 malam, tetapi harus marah-marah karena no antrian yg seharus no 1 tetapi oleh Sekuriti diberikan no.2 dan no. 1 dijual oleh sekuriti ke Pasien.
Akibatnya penyakit saya tak kunjung sembuh karena gagal Dapat Insulin berkali-kali.Saya harus beli nomor ke calo apabila ingin mendapatkan no kecil.Jika datang lebih dari jam 5:00 pagi.
Jawaban:
Terima kasih atas pertanyaan konsultasi yang disampaikan kepada kami. Kami berusaha memberikan tanggapan sesuai pernyataan yang sdr. sampaikan.
Menurut kami tindakan meminta sejumlah uang kepada pasien peserta BPJS agar bisa mendapatkan nomor antrian merupakan pungutan liar (pungli).
Secara umum pungli diartikan sebagai pungutan yang dilakukan secara tidak sah atau melanggar aturan, oleh dan untuk kepentingan pribadi oknum. Pungli adalah penyalahgunaan wewenang, tujuannya untuk memudahkan urusan atau memenuhi kepentingan dari si pembayar pungutan. Jadi biasanya pungli melibatkan dua pihak (pengguna jasa dan oknum petugas), melakukan kontak langsung untuk melakukan transaksi rahasia maupun terang-terangan. Oleh sebab itu, pungli pada umumnya terjadi pada tingkat lapangan,dilakukan secara singkat dengan imbalan langsung (biasanya berupa uang).
Tingginya tingkat ketidakpastian pelayanan sebagai akibat adanya prosedur pelayanan yang panjang dan melelahkan menjadi penyebab dari semakin banyaknya masyarakat yang menyerah ketika berhadapan dengan pelayanan publik yang korupsi. Hal ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan masyarakat cenderung semakin toleran terhadap praktik pungutan liar dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
Untuk menindak para pelaku praktek-praktek pungli, Presiden RI mengeluarkan Perpres (Peraturan Presiden) Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (SABER PUNGLI). Dan hasilnya sangat singnifikan setelah perpres itu disahkan, puluhan ribu laporan yang masuk ke pemerintah terkait adanya pungli dan banyak juga yang tertangkap tangan (OTT) oleh saber pungli.
Dalam keluhan yang saudara sampaikan, tidak ada disebutkan dengan jelas apakah calo-calo tersebut merupakan oknum-oknum dari pegawai dari RSUD, pegawai pemerintah, atau masyarakat biasa ? Apabila calo-calo tersebut adalah oknum pegawai pemerintah atau bahkan pegawai RSUD maka oknum tersebut dapat dikenakan sanksi pidana Pasal 423 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi :
"Pegawai Negeri dengan maksud menguntungkan dirinya sendiri atau orang lain dengan melawan hak, memaksa seorang dengan sewenang-wenang memakai kekuasaannya, supaya memberikan sesuatu, melakukan suatu pembayaran, memotong sebagian dalam melakukan pembayaran, atau mengerjakan suatu apa, dihukum penjara selama-lamanya enam tahun."
Bahkan ada ketentuan pidana yang ancaman hukumannya lebih besar dari itu, yakni Pasal 12e Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), yang berbunyi :
"Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah):
pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;"
Apabila yang menjadi calo di RSUD adalah masyarakat biasa maka dapat dikenakan Pasal 368 KUHP, yang menyatakan :
"Barangsiapa dengan mkasud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak, memaksa orang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, supaya orang itu memberikan barang, yang sama sekali atau sebagiannya termasuk kepunyaan orang itu sendiri kepunyaan orang lain atau supaya orang itu membuat utang atau menghapuskan piutang, dihukum karena memeras, dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan tahun."
Adapun tindakan yang dapat saudara lakukan terkait keluhan tersebut adalah saudara dapat melaporkan maraknya calo di rumah sakit tersebut kepada pihak RSUD, atau bisa juga saudara informasikan kepada yang berwajib tentu saja dalam hal ini pihak kepolisian di daerah Ciawi atau apabila diperlukan saudara dapat menyampaikan keluhan tersebut kepada Ombudsman RI mengingat RSUD adalah Badan Usaha Milik Daerah sehingga pelayanan publik yang dilakukannya mendapat pengawasan dari Ombudsman RI.
Demikian tanggapan kami atas informasi yang saudara sampaikan. Kiranya bermanfaat. Terima kasih.
Dijawab oleh:
Leonardo M.H. Slitonga, S.H., M.H.
Advokat/Penasihat Hukum pada Kantor Advokat Leonardo Silitonga & Co
Sumber :
- Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
- Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi